teori organisasi umum 2 -
PERILAKU KONSUMEN & PERILAKU
PRODUSEN
Perilaku Konsumen Adalah tingkah laku dari konsumen, dimana
mereka dapat mengilustrasikan pencarian untuk membeli, menggunakan,
mengevaluasi dan memperbaiki suatu produk dan jasa mereka. Focus dari perilaku
konsumen adalah bagaimana individu membuat keputusan untuk menggunakan sumber
daya mereka yang telah tersedia untuk mengkonsumsi suatu barang.
Di bawah ini pengertian Perilaku Konsumen menurut beberapa
ahli :
James F Engel et al (1994)
Tindakan yang langsung terlibat dalam mendapatkan,
mengkonsumsi dan menghabiskan produk dan jasa, termasuk roses keputusan yang
mendahului dan menyusuli tindakan ini.
Engel, et.
Istilah perilaku Konsumen diartikan sebagai perilaku yang
diperlihatkan konsumen dalam mencari, membeli, enggunakan, mengevaluasi dan
menghabiskan produk dan jasa yang mereka harapkan akan
Schiffman dan Kanuk (1994)
memuaskan kebutuhan mereka. Perilaku konsumen adalah proses
keputusan dan aktivitas fisik individu yang terlibat dalam mengevaluasi,
mendapatkan, menggunakan, atau memberikan barang dan jasa yang
diperolehnya.
diperolehnya.
Kotler dan Amstrong (1997)
perilaku konsumen sebagai perilaku pembelian konsumen akhir,
baik individu maupun rumah tangga, yang membeli produk untuk konsumsi personal.
Mullen dan Johnson (1990)
Perilaku Konsumen sebagai pengkajian dari perilaku manusia
sehari-hari.
Winardi (1991)
perilaku konsumen sebagai perilaku yang ditujukan oleh
orang-orang dalam merencanakan, membeli, dan menggunakan barang-barang ekonomi
dan jasa.
Ujang Sumarwan (2000)
secara sederhana, studi perilaku konsumen meliputi hal-hal
sebagai berikut, Apa yang dibeli konsumen? (what they buy?), mengapa konsumen
membelinya? (why they buy it?), kapan mereka membelinya? (when they buy it?),
dimana mereka membelinya? (where they buy itu?), berapa sering mereka
membelinya? (how often they buy itu?), berapa sering mereka menggunakannya?
(how often they use it?)
Pendekatan Perilaku Konsumen
• Pendekatan Kardinal/Marginal Utility
Meskipun pendekatan guna cardinal seperti diketengahkan di
atas mempunyai kelemahan berupa tidak realistis asumsi dapat diukurnya kepuasan
seseorang,namun dari segi lain,pendekatan cardinal ini mempunyai kelebihan
tersediri.Adapun salah satunya kelebihan yang paling menonjol ialah berupa lebih
mudahnya isi konsepsi cardinal untuk diselami,khususnya bagi mereka yang
pertama kali mudah dimengerti mengapa dalam kebanyakan buku teks menggunakan
pendekatan cardinal yang mandahului uraian mengenai teori konsumen yang
menggunakan pendekatan ordinal.Sebelumnya asumsi – asumsi yang mendasari
pendekatan cardinal disebutkan dan diuraikan secara eksplisit .Disamping itu
asumsi rasionalis dan pengetahuan yang sempurna seperti telah disinggungkan di
depan,asumsi – asumsi dibawah ini merupakan asumsi – asumsi dasar yang khas
untuk teori konsumen yang menggunakan pendekatan cardinal yaitu :
• Asumsi bahwa guna barang – barang atau jasa – jasa
konsumsi dapat diukur
• Asumsi guna batas uang yang konstan dan guna batas barang
– barang konsumsi yang menurun
• Asumsi bahwa anggaran pengeluaran rumah tangga konsumen
sama sebesar pendekatan yang diterimanya
• Asumsi guna total yang mempunyaii sifat aditif.
Asumsi bahwa uang mempunyai guna batas yang konstan
diperlukan dalam hal satuan uang dipakai sebagai alat ukur kepuasan
tersendiri.Nanti akan kita saksikan bahwa pemakaian asumsi ini mempermudah kita
menerangkan syarat – syarat ekuilirium konsumen.
Berikut ini beberapa anggapan yang digunakan dalam
pendekatan ordinal antara lain,yaitu :
• Completeness ( kesempurnaan )
• Consistensi ( keajengan )
• Non satiation (ketidak bosanan )
Anggapan pertama,kesempurnaan diartikan bahwa kalau seorang
konsumen menghadapi pilihan barang ( komodity ) mana yang harus dipilih dalam
jumlah berapa,maka ia akan dapat memutuskan apakah ia lebih menyukai atau sama
saja (indifferent).Dengan perkataan lain,suatu perkumpulan kombinasi barang dan
jasa yang dapat memberikan kepuasan seseorang konsumen akan menentukan
kombinasi mana yang harus ia lebih sukai atau kombinasi mana yang menghasilkan
kepuasan yang sama.Anggapan konsistensi ini berarti bahwa seseorang konsumen
dalam menentukan pilihannya harus konsistensi.Sedangkan anggapan yang ketiga
berarah kenegatif yang berarti bahwa untuk mendapatkan suatu barang lebih
banyak yang harus mengurangi jumlah barang jika konsumen ingin mempertahankan
tingkat yang sama kepuasannya.Itulah sekiranya yang dapat dijelaskan perihal
tentang Prilaku konsumen secara pendekatan cardinal ataupun pendekatan ordinal.
Konsep Elastisitas
Dalam ilmu ekonomi , elastisitas adalah rasio dari perubahan
persen dalam satu variabel terhadap perubahan persen dalam variabel lain. Ini
adalah alat untuk mengukur respon fungsi untuk perubahan parameter secara
relatif. Biasanya dianalisa adalah elastisitas substitusi , harga dan kekayaan.
Elastisitas adalah alat populer di kalangan empirisis karena independen dari
unit dan dengan demikian memudahkan analisis data.
Sebuah "elastis" baik adalah salah satu yang
elastisitas harga permintaan memiliki besar lebih dari satu. Demikian pula,
"Unit elastis" dan "elastis" menggambarkan barang dengan
elastisitas harga memiliki besar dari satu dan kurang dari satu masing-masing.
Tingkat dimana suatu permintaan atau penyediaan kurva
bereaksi terhadap perubahan harga adalah elastisitas kurva itu. Elastisitas
bervariasi antar produk karena beberapa produk mungkin lebih penting untuk
konsumen. Produk kebutuhan yang lebih sensitif terhadap perubahan harga karena
konsumen akan terus membeli produk ini meskipun kenaikan harga. Sebaliknya,
kenaikan harga barang atau jasa yang dianggap kurang dari kebutuhan akan mencegah
lebih banyak konsumen karena biaya kesempatan untuk membeli produk tersebut
akan menjadi terlalu tinggi.
Sebuah barang atau jasa dianggap sangat elastis jika sedikit
perubahan harga menyebabkan perubahan tajam dalam kuantitas yang diminta atau
diberikan. Biasanya ini jenis produk yang tersedia di pasar dan seseorang tidak
selalu membutuhkan mereka dalam kehidupan sehari-hari nya. Di sisi lain, sebuah
inelastis barang atau jasa yang merupakan salah satu saksi perubahan harga
hanya perubahan sederhana dalam kuantitas yang diminta atau diberikan, jika ada
sama sekali. Barang-barang ini cenderung hal-hal yang lebih dari kebutuhan
kepada konsumen dalam kehidupan sehari-hari nya.
Harga
Harga elastisitas permintaan (PED) mengukur persentase
perubahan kuantitas yang diminta (Q) yang disebabkan oleh perubahan satu persen
dalam variabel harga (P). Sebuah perubahan harga menyebabkan gerakan sepanjang
kurva permintaan yang mencerminkan perubahan kuantitas yang diminta. PED adalah
pengukuran seberapa jauh sepanjang kurva gerakan ini atau berapa banyak
kuantitas yang diminta perubahan. Matematis PED = (∂ Q / ∂ P) (P / Q). Turunan
parsial ∂ Q / ∂ P menunjukkan bahwa semua faktor penentu lainnya sedang
permintaan tetap konstan. PEDs hampir selalu negatif. Konvensional, para ekonom
menggunakan nilai absolut dalam membahas elastisitas. Jika PED lebih besar dari
1 permintaan dikatakan elastis; permintaan antara nol dan satu tidak elastis
dan jika PED sama dengan satu permintaan adalah unit-elastis. Sebuah kurva
permintaan inelastis sempurna, tegak lurus terhadap sumbu X, memiliki
elastisitas nol.. Sebuah kurva permintaan elastis sempurna, horizontal untuk
sumbu X, tidak terbatas elastis.
Ada hubungan yang diprediksi antara pendapatan dan
elastisitas. Tergantung pada PED, orang dapat meningkatkan pendapatan baik
dengan meningkatkan harga dan mengorbankan kuantitas atau dengan mengurangi
mereka dan menghasilkan lebih.
Silang
Cross elastisitas harga permintaan (XED) mengukur persentase
perubahan permintaan untuk kebaikan dalam pertanyaan yang disebabkan oleh
perubahan satu persen dalam harga barang yang terkait. barang istimewa adalah
melengkapi dan pengganti. Perubahan harga suatu tujuan yang baik terkait kurva
permintaan bergeser mencerminkan perubahan dalam permintaan. XED adalah pengukuran
seberapa jauh kurva pergeseran horizontal sepanjang sumbu-X. Matematis XED = (Q
/ ΔPrg) (PRG / Q) di mana PRG adalah harga barang yang terkait. Elastisitas
harga silang dari permintaan mengukur respon permintaan yang baik x terhadap
perubahan harga suatu barang yang terkait, y. Jika harga dari komplemen
(pengganti) naik permintaan untuk kebaikan tersebut akan turun (atas) -
hubungan adalah terbalik (positif) dan tanda koefisien yang terkait baik akan
negatif (positif). Koefisien elastisitas menunjukkan kekuatan hubungan-seberapa
kuat komplementer (pengganti) yang baik terkait.
Cross-harga elastisitas permintaan digunakan untuk
mempelajari kebiasaan konsumsi perokok berat setelah kenaikan substansial dalam
harga rokok. Dalam sebuah studi kenaikan sepuluh persen dalam rokok menyebabkan
"keluarga miskin merokok" untuk mengurangi rokok oleh 9%, makanan
sebesar 17% dan perawatan kesehatan sebesar 12%. Pada orang kata lain akan
mengurangi pembelian barang-barang dan jasa untuk terus merokok.
Pendapatan
Penghasilan elastisitas alat pengukur sensitivitas
permintaan konsumen untuk suatu yang baik untuk perubahan pendapatan konsumen.
Jika YED tinggi persentase kenaikan pengeluaran untuk kebaikan akan lebih besar
daripada persentase kenaikan pendapatan konsumen. Dalam bahasa Inggris biasa
jika penghasilannya naik konsumen akan membeli lebih banyak tentang kebaikan.
Jika YED tinggi penurunan persentase pengeluaran untuk kebaikan akan lebih
besar daripada penurunan persentase pendapatan konsumen. Sekali lagi jika
penghasilannya turun dia akan sangat memotong pembelian nya yang baik. Konsumen
dengan YEDs rendah akan bereaksi reaksi berlawanan. Respons mereka terhadap
perubahan pendapatan dalam hal pola pembelian tidak bersuara. Jika pendapatan
mereka meningkatkan pembelian barang akan naik sedikit. Jika pendapatan mereka
menurun mereka akan mengurangi belanjanya dalam jumlah kecil.
Perilaku Produsen
Produsen dan Fungsi produksi
Produsen
Produsen dalam ekonomi adalah orang yang menghasilkan barang
dan jasa untuk dijual atau dipasarkan. Orang yang memakai atau memanfaatkan
barang dan jasa hasil produksi untuk memenuhi kebetuhan adalah konsumen.
Fungsi Produksi
Bagian produksi adalah suatu bagian yang ada pada perusahaan
yang bertugas untuk mengatur kegiatan-kegiatan yang diperlukan bagi
terselenggaranya proses produksi. Dengan mengatur kegiatan itu maka diharapkan
proses produksi akan berjalan lancar dan hasil produksi pun akan bermutu tinggi
sehingga dapat diterima oleh masyarakat pemakainya. Bagian produksi dalam menjalankan
tugasnya tidaklah sendirian akan tetapi bersama-sama dengan bagian-bagian lain
seperti bagian pemasaran, bagian keuangan serta bagian akuntansi. Oleh karena
itu haruslah diadakan koordinasi kerja agar semua bagian dapat berjalan seiring
dan seirama dan dapat dihindarkan benturan – benturan kepentingan antar bagian
dalam perusahaan.
Tanpa adanya perencanaan yang matang, pengaturan yang bagus
serta pengawasan akan mengakibatkan jeleknya hasil produksi. Di samping hasil
produksi yang harus bagus kwalitasnya juga harus di pikirkan pula agar jangan
sampai terjadi hasil produksi bagus tapi ongkos yang diperlukan untuk keperluan
itu terlalu besar. Biaya produksi yang terlalu tinggi akan berakibat harga
pokok produksinya menjadi besar dan hal ini akan mengakibatkan tingginya harga
jual produk, sehingga akan tidak terjangkau oleh konsumen. Inilah yang
merupakan tugas dari bagian produksi. Tugas-tugas tersebut akan dapat
terlaksana dengan baik dengan mengacu pada pedoman kerja tertentu. Pedoman
kerja yang harus menjadi arah kerja bagi bagian produksi dapat dirumuskan dalam
empat hal yaitu :
1. Tepat Jumlah
2. Tepat Mutu
3. Tepat Waktu
4. Tepat Ongkos/Harga
Jumlah produk yang dihasilkan haruslah direncanakan dengan
baik agar tidak terlalu banyak maupun terlalu sedikit. Bila produksi terlalu
banyak tentu saja akan mengakibatkan bertumpuknya hasil produksi di gudang. Hal
ini akanmengakibatkan disamping barang tersebut akan mengalami kerusakan dalam
penyimpanannya, maka penumpukan tersebut berarti banyak modal yang tertanam
dalam barang jadi itu berhenti dan menjadi kurang efektif.
Dengan pedoman pada empat hal tersebut maka bagian produksi
akan dapat mencapai sasarannya dengan baik. Keempat hal tersebut dapat dikenal
dengan mudah sebagai “empat tepat”.
Adapun tugas tersebut secara garis besarnya dapat kita bagi
menjadi beberapa macam yaitu :
1. Perenganaan Produk
2. Perencanaan Luas Produksi
3. Perencanaan Lokasi Pabrik
4. Perencanaan Layout Mesin-mesin Pabrik
5. Perencanaan Bahan Baku
6. Pengaturan Tenaga Kerja
7. Pengawasan Kwalitas
Perencanaan Produk
Proses produksi akan menghasilkan produk. Produk yang
dihasilkan dapat berupa barang yaitu benda yang berwujud akan tetapi dapat pula
berupa benda yang tak berujud yang sering disebut jasa. Barang atau benda yang
berujud misalnya meja kursi, alat tulis, sepeda, sepeda motor, mobil dan
sebagainya. Sedangkan produk yang berupa jasa misalnya jasa kecantikan, jasa
kesehatan, jasa keuangan, jasa penanggungan risiko, jasa pendidikan dan
sebagainya. Baik barang maupun jasa yang dihasilkan oleh suatu perusahaan harus
direncanakan dengan baik agar produk yang diciptakan itu nanti dapat bermutu
tinggi., ongkos produksi murah, dan cocok dengan selera konsumen pemakainya.
Produk yang dapat memenuhi syarat tersebut di atas akan menjadi andalan
pengusaha agar mampu untuk meningkatkan perkembangan usahanya. Produk yang
tidak memenuhi syarat itu justru akan menjadi beban perusahaan menjadi semakin
tinggi sehingga akan menggangu pertumbuhan usahanya. Oleh karena itu maka
pengusaha haruslah memikirkan mengenai MUTU PRODUK yang akan diproduksinya.
Mutu suatu produk akan tergantu dari berbagai aspek terutama desainya. Dengan
perencanaan terhadap desain produk yang baik maka dapat kita harapkan bahwa
produk kita akan dapat diterima oleh konsumen dan dengan demikian akan dapat
menopang perkembangannya. Untuk merencanakan disain atau mutu produk kita perlu
mengetahui bahwa produk itu terdiri dari berbagai atribut. Misalnya produk yang
berupa “KARPET” misalnya. Produk karpet terdiri dari tiga atribut utama yaitu :
Kehalusan setuhannya§
Ketebalan bulunya§
Keserasian warnanya§
Dalam merencanakan produk yang akan kita hasilkan itu maka
perlu diperhatikan beberapa hal yaitu :
1. Atribut Produk
2. Posisi Produk
3. Siklus Kehidupan Produk
4. Partofolio Produk
Setiap produk akan selalu memiliki atribut-atribut tertentu
yang terkandung di dalam produk tersebut. Sepeda motor memiliki atribut
keawetan pemakainnya, penampilannya, harga jual kembalinya dan mungkin
kepopulerannya. Produsen haruslah memperhatikan atribut-atribut tersebut dan
dengan menyesuaikannya dengan atribut itu akan menjamin bahwa produk tersebut
akan disenagi konsumen. Oleh karena itu maka perlu diteliti lebih cermat
atribut-atribut tersebut. Dalam hal ini pengusaha haruslah memperhatikan bahwa
atribut-atribut tersebut selalu terdiri atas dua aspek yaitu :
a. Aspek Teknis
b. Aspek Nonteknis
1. Atribut Produk
Atribut yang beraspek teknis adalah yang berkaitan dengan
kemampuan teknis dari produk tersebut misalnya keawetannya sepeda motor, tidak
blobornya suatu bolpoint, halusnya karpet, enak didengarnya musik tertentu,
nikmatnya rasa masakan, indahnya taman rekreasi dan sebagainnya. Aspek ini yang
merupakan aspek kasat mata atau dapat dilihat dengan mata, baik mata kepala,
mata telinga, mata lidah maupun mata kulit kita. Aspek ini sering juga disebut
sebagai tangible aspect atau aspek yang kasat mata.
Aspek yang nonteknis merupakan aspek yang tidak kasat mata
atau intangible aspect. Aspek ini hanya dapat ditemukan dengan mata hati atau
rasa atau feeling. Aspek ini merupakan aspek perasaan atau persepsi konsumen
apabila dia menggunakan produk tersebut.
2. Posisi Produk
Posisi produk merupakan pandangan konsumen terhadap posisi
dari berbagai produk yang ditawarkan oleh para bisnisman kepadanya. Ada suatu
produk tertentu yang berkenan di hati para konsumen dan ada pula produk lain
yang tidak atau kurang berkenan dihatinya. Ada Bank yang menyenangkannya dan
adapula Bank yang menjengkelkannya karena pelayanan yang sangat lamban dan
sangat tidak praktis sehingga menyulitkan nasabahnya padahal dia justru akan
menyetorkan uangnya ke Bank tersebut.
Keadaan ini dapat kita analisis dengan menggunakan suatu
alat analisi yang disebut “Analisa Posisi Produk” atau “Product Positionning”.
Analisis ini menggambarkan atribut utama penentu pemilihan suatu produk dari
para konsumen.
3. Siklus Kehidupan Produk
Setiap produk akan selalu memiliki jangkauan masa hidup yang
berbeda-beda. Ada produk yang memiliki masa hidup yang panjang dan ada pula
yang memiliki masa hidup yang sangat pendek. Pada umumnya produk-produk yang
bersifat mode akan memiliki masa hidup yang pendek. Produk semacam ini akan
sangat cepat menjadi tidak disenagi konsumen karena sudak akan digeser oleh
mode yang baru.
Siklus kehidupan suatu produk itu dibagi menjadi 4 tahap
atau fase. Tahap yang paling awal dimulai dari diperkenalkanya produk tersebut
kepada masyarakat luas di pasar. Tahap tersebut lalu disebut sebagai Tahap
Perkenalan atau Introduction Phase. Dalam tahap ini karena masih tahap
perkenalan maka pertumbuhan hasil penjualan akan sangat lamban. Hal ini
terlihat dari garis pertumbuhan penjualannya dalam grafik tersebut yang landai.
Tahap yang berikutnya adalah suatu tahap yang merupakan
perkembangan berikutnya setelah tahap perkenalan itu berhasil maka produk itu
akan mejadi sangat terkenal oleh masyarakat luas dan mereka mulai menyenangi
produk tersebut. Karena produk tersebut mulai digemari oleh konsumen maka tentu
saja penjualannya akan menjadi berkembang pesat. Hal ini terlihat dari gambr
garis siklus menjadi menanjak dengan tajam. Tahap ini merupakan tahap atau Fase
Pertumbuhan/Perkembangan atau Growth Phase.
Tahap terakhir adalah tahap dimana produk tersebut setelah
mengalami kondisi jenuh itu ternyata semakin lama semakin banyak masyarakat
yang justru tidak lagi menyenaginya dan kemudian lalu meninggalkannya serta
tidak lagi mau menggunakan produk tersebut. Kondisi ini akan mengakibatkan
turunnya volume penjualan dari produk itu. Dengan demikian maka terjadilah
Tahap Penurunan atau Decline Phase.
Tahap persiapan penggantian produk baru yang akan
menggantikan produk yang sudah mengalami penurunan ini sering disebut Tahap
Penciptaan Produk Baru atau New Product Development (NDP).
4. Portofolio Produk
Portofolio produk merupakan keadaan dimana suatu perusahaan
memiliki beberapa macam produk yang dihasilkannya dan dipasarkannya kepada masyarakat
luas. Dengan demikian maka perusahaan itu memiliki sekumpulan produk yang harus
bersama-sama sekaligus untuk dipikirkannya. Oleh karena itulah maka lalu
dikenal sebagai pemikiran tentang sekumpulan produk atau Product Portofolio.
Perusahaan yng memiliki sekumpulan produk tersebut pada
umumnya akan berada pada posisi yang berbeda pada masing-m,asing produk yang
dimiliki. Salah satu produknya mungkin ada yang berada pada posisi Anak Bawang.
Posisi ini merupakan produk yang mana perusahaan belum memiliki kemampuan untuk
mengekploitasi secara baik serta kesempatan pasar atau opportunitynya masih
rendah. Dalam kondisi ini pada umumnya merupakan produk yang belum memperoleh
nama dan merupakan pendatang baru. Karena pendatang baru maka lalu dia disebut
sebagai Anak Bawang atau dalam bahasa jawa “Pupuk Bawang” dan dalam bahasa
asing disebut sebagai Under Dog bahkan sering disingkat Dog.
Posisi lain lagi adalah tanda Tanya. Dalam posisi ini
terjadi apabila potensi pasar telah menunjukkan adanya kenaikan yang cukup
tinggi, sedangkan perusahaan masih belum meningkatkan kemampuannya. Dalam
kondisi macam ini maka akan menimbulkan kegelisahan atau pemikiran bagi
pengusaha apakah dia akan berani menambah kemampuannya untuk mengeksploitasi
kesempatan pasar yang sudah terlihat meningkat itu apa tidak. Persoalan yang
timbul dalam hal ini adalah masalah investasi untuk meningkatkan kemampuan
perusahaan untuk mengeksploitasi potensi pasar yang sudah terlihat membaik itu.
Karena masalah itu maka kondisi ini lalu dikenal sebagai posisi Tanda Tanya
atau dalam bahasa asing disebut Question Mark.
Posisi berikutnya adalah posisi bintang atau star. Posisi
ini merupakan posisi dimana pengusaha tersebut telah berhasil untuk
mengembangkan kemampuan sehingga dapat memiliki kemampuan yang tinggi terhadap
potensi pasar yang memang sudah tinggi itu.
Posisi yang terakhir yaitu “Sapi Perah” ini sering disebut
juga “Cash Cow”. Pada posisi ini karena potensi pasar sudah mengalami kejenuhan
dimana pertumbuhan pasarnya sudah tidak sepesat pada posisi bintang, maka para
pesaing sudah tidak begitu tertarik lagi menyerangnya. Oleh karena tidak banyak
lagi yang menggangunya di pasar maka dalam posisi inilah pengusaha akan
menikmati keuntungan yang maksimal.
Perencanaan Luas Produk
Perencanaan luas produksi merupakan masalah penentuan
terhadap berapa banyak jumlah volume produksi yang harus dihasilkannya dalam
periode atau tahun tertentu. Masalah ini sering disebut sebagai penentuan
target produksi. Berapa target produksi untuk tahun yang akan dating merupakan
persoalan yang harus di terapkan oleh manajer produksi. Dengan target itulah
maka rencana ataupun program-program produksi seperti pengadaan bahan, tenaga
kerja, bahan pembantu, peralatan-peralatan yang diperlukan beserta prosesnya
pun akan dapat direncanakan dengan lebih cermat. Untuk keperluan itulah maka
luas produksi perlu ditentukan terlebih dahulu. Untuk menentukan luas atau
target produksi itu maka tentu saja akan banyak factor yang perlu diperhatikan.
Factor-faktor tersebut akan mempengaruhi dan menentukan besar kecilnya target
produksi kita. Adapun factor – factor penentu produksi tersebut adalah sebagai
berikut :
1. Bahan baku yang tersedia
2. Tersedianya tenaga kerja (ahli) yang diperlukan
3. Dana yang diperlukan untuk pembiayaan
4. Besarnya potensi pasar yang terbuka
Suatu model yang dapat kita pergunakan untuk menganalisa ini
adalah apa yang sering disebut sebagai analisa “Titik Pulang Pokok” atau “Titik
Impas” atau “Break Even Point” yang sering disebut “BEP”. Analisa BEP ini akan
menggambarkan kondisi perongkosan produksi serta hasil yang diperoleh dari
produksi itu. Dalam hal ini kita harus membedakan perongkosan produksi itu
menjadi ongkos tetap dan ongkos variable.
Ongkos tetap adalah ongkos yang tidak berubah besarnya
meskipun volume produksi bertambah. Ongkos ini akan tetap saja besarnya
meskipun volume produksi diturunkan maupun dinaikkan. Biaya jenis ini adalah
biaya yang pada umumnya ditentukan atas dasar waktu atau periode.
Biaya variable adalah biaya yang besarnya selalu mengikuti
dan tergantung dari besar kecilnya volume produksi. Setiap volume produksi
bertambah maka biaya itu pun akan ikut bertambah pula besarnya. Sebaliknya bila
kita mengurangi biaya itupun akan berkurang pula. Yang akan selalu merupakan
biaya variable ini adalah biaya bahan baku. Biaya bahan baku tentu saja akan
selalu mengikuti jumlah yang diproduksi. Hanya saja dalam hal ini
variabilitasnya bisa berbda-beda. Ada biaya variable yang progresif, degresif
serta proposional. Progresif berarti kenaikannya cepat, degresif berarti
kenaikannya semakin menurun sedangkan proposional berart kenaikannya selalu
sama. Biaya variable progresif akan menunjukkan garis melengkung ke atas,
degresif akan lengkung ke bawah sedangkan proposional akanmerupakan garis
lurus. Dalam hal ini biaya variable kita naggap proposional.
Keterangan :
V = Total Biaya Variabel
v = Biaya Variabel per unit
q = Jumlah produksi
keua biaya variable diatas akan membentuk menjadi biaya
total yang harus ditanggung oleh pengusaha. Penjumlahan dari kedua ongkos itu
akan menghasilkan biaya total atau “Total Cost”.
Apabila grafik Total Biaya kita gabungkan secara
bersama-sama dengan grafik total hasil maka akan terlihat keadaan perongkosan
serta hasil segara bersama-sama sekaligus. Dari penggabungan tersebut maka akan
dapat diketahui perpotongan antar garis total ongkos dengan total hasil. Dalam
titik itu karena hasil yang diperoleh hanya dapat menutup biaya-biayanya maka
titik itulah yang disebut sebagai titik impas atau titik pulang pokok atau BEP.
Proses berikutnya dalam penentuan luas produksi adalah kita
hubungkan dengan besarnya kapasitas mesin yang tersedia, bahan baku yang
tersedia, serta permintaan yang diproyeksi untuk tahun yang diproduksi kita.
Karena BEP adalah titik potong antara Total Hasil dengan
Total Biaya maka kita akan dapat mencari titik BEP tersebut dengan membuat
persamaan garis dari keduanya yaitu dengan cara :
Dari perhitungan itu maka dapat kita lihat BEP dalam unit
atau volume produksi pada BEP adalah sebesar Biaya Tetap dibagi dengan selisih
antara harga jual per unitnya dikurangi dengan Biaya Variabel per unitnya. Jadi
apabila kita megetahui besarnya biaya tetap, biaya variable per unitnya serta
harga jual per unit produknya maka kita akan dapat memperhitungkan besarnya
titik impas kita.
Perencanaan Lokasi Pabrik
Persoalan berikutnya yang harus dipikirkan oleh manajer
produksi adalah tentang dimana pabrik yang akan memproduksikan barang-barang
itu harus didirikan. Persoalan ini merupakan persoalan posisi pabrik. Dalam
praktek kita sering menjumpai bahwa pabrik=pabrik banyak didirikan orang diluar
perkotaan seperti di daerah pinggiran kota Jakarta, Surabaya atau kota-kota
lainnya. Bahkan ada pula yang didirikan jauh dari kota dan bahkan di puncak
gunung atau di tengah hutan, seperti halnya perusahaan pertambangan misalnya.
Persoalan lokasi pabrik ini memang sangat ditentukan oleh beberapa factor
penentu utama yaitu :
1. Bahan Baku
2. Pasar
3. Lahan untuk Ekspansi
4. Pembangkit Tenaga (Power)
5. Tenaga Kerja
6. Fasilitas Transportasi
7. Dampak Lingkungan
Pada umumnya kondisi lahan di daerah pinggiran kota
merupakan daerah yang paling banyak memenuhi syarat dari beberapa factor
tersebut di atas. Apabila didirikan di tengah kota maka akan banyak mencemarkan
lingkungan pemukiman yang berada di tengah kota tersebut. Sebaliknya apabila
terlalu jauh dari kota akan mengakibatkan biaya angkutan barang jadi untuk di
bawa ke pasar yaitu di kota menjadi sangat mahal, selain pembangkit tenaga ataupun
permodalannya menjadi kesulitan.
Perencanaan Layout Pabrik
Mesin-mesin dan fasilitas pabrik haruslah disusun serta
diatur sedemikian rupa sehingga dapat menjamin kelancaran proses produksi.
Pemikiran tentang penyusunan fasilitas-fasilitas pabrik seperti mesin-mesin,
alat-alat kantor, alat-alat pengangkutan tempat penyimpanan barang jadi maupun
bahan baku, tempat makan beserta dapurnya, rest-room bagi tenaga kerja,
termasuk juga show-room merupakan persoalan tetang Layout Pabrik. Dalam hal ini
tentu saja kita harus melaksanakan pembagian tempat atau “Zonning” bagi tanah
atau lyang tersedia. Dengan melakukan Zonning itu dimaksudkan untuk
membagi-bagi lahan yang ada ke dalam zone-zone yang akan diperuntukkan bagi
masing-masing keperluan di atas.
Beberapa pertimbangan penting yang ada dalam mengatur
susunan atau layout pabrik ada beberapa macam yaitu :
1. Kelancaran aliran proses produksi
2. Kebutuhan Administrasi/perkantoran
3. Kebutuhan Penjualan
4. Lalulintas pengangkutan barang serta bahan
5. Penerangan dan ventilasi
6. Bentuk pabrik dan biaya pembangunanya
7. Biaya produksi
Perencanaan Bahan Baku
Bahan baku harus direncanakan sedemikian rupa sehingga
menopang tercapainya tujuan bagian produksi yaitu tepat jumlah., tepat mutu,
tepat waktu dan tepat ongkos atau harganya. Pengaturan bahan baku memiliki 2
aspek utama yaitu :
1. Penyediaan
2. Penggunaan
Penyediaan Bahan
Konsekuensi biaya yang terjadi dalam pengadaan bahan itu ada
dua macam yaitu :
a. Biaya Pembelian atau Pemesanan (Ordering Cost)
Biaya pembelian adalah biaya yang harus ditanggung oleh
perusahaan dalam melakukan kegiatan pembeliannya atau pemesanan bahan bakunya.
Jadi biaya pembelian adalah biaya untuk melakukan kegiatan pembelian. Hal ini
perlu diingatkan bahwa sering kali terjadi kekeliruan pengertian bahwa biaya
pembelian itu diperhitungkan sebagai biaya atau harga bahan yang kita beli pada
saat kita membeli bahan itu. Hal ini tidak benar. Harga bahan yang kita beli
bukan merupakan biaya pembelian akan tetapi masuk sebagai biaya bahan,
sedangkan biaya pembelian adalah biaya yang harus ditanggung dari kegitan
pembeliannya seperti transportasi, komunikasi, penginapan, dan pelaksanaan
pembelian tersebut.
b. Biaya Penyimpanan (Carrying Cost)
Biaya penyimpanan adalah biaya yang harus ditanggung karena
kita harus menyimpan bahan yang sudah dibeli dan belum dipergunakan dalam
proses produksi.
Kedua biaya tersebut akan ditanggung bersama-sama oleh
pengusaha. Oleh karena itu maka secara bersama akan membentuk total biaya
persediaan yang merupakan jumlah dari kedua biaya tersebut.
Titik atau jumlah pembelian yang paling ekonomis yang dalam
bahasa asing adalah “Economical Order Quantity” dan disingkat EOQ. Jumlah
tersebut di pandang paling ekonomis karena total biaya yang ditanggungnya
adalah yang tersendah.
Titik terendah dari total biaya persediaan yang menimbulkan
titik EOQ tersebut akan tercapai bila biaya penyimpanan sama besarnya atau
berpotongan dengan biaya pemasaran.
Produksi Optimal
Tingkat produksi optimal atau Economic Production Quantity
(EPQ) adalah sejumlah produksi tertentu yang dihasilkan dengan meminimumkan
total biaya persediaan (Yamit, 2002). Metode EPQ dapat dicapai apabila besarnya
biaya persiapan (set up cost) dan biaya penyimpanan (carrying cost) yang
dikeluarkan jumlahnya minimun. Artinya, tingkat produksi optimal akan
memberikan total biaya persediaan atau total inventori cost (TIC) minimum.
Metode EPQ mempertimbangkan tingkat persediaan barang jadi
dan permintaan produk jadi. Metode ini juga mempertimbangkan jumlah persiapan
produksi yang berpengaruh terhadap biaya persiapan. Metode EPQ menggunakan
asumsi-asumsi sebagai berikut:
1. Barang yang diproduksi mempunyai tingkat produksi yang
lebih besar dari tingkat permintaan.
2. Selama produksi dilakukan, tingkat pemenuhan persediaan
adalah sama dengan tingkat produksi dikurangi tingkat permintaan.
3. Selama berproduksi, besarnya tingkat persediaan kurang
dari Q (EPQ) karena penggunaan selama pemenuhan.
Least Cost Combination
Least Cost Combination (LCC) adalah suatu titik/keadaan yang
memberikan kombinasi penggunaan input-input/factor produksi
Untuk menghasilkan suatu tingkat output tertentu dengan
ongkos total yang minimum.
Untuk menghasilkan / menentukan kombinasi yang optimal ini
diperlukan tiga data, yaitu :
a) Isoquant, untuk menentukan tingkat output yang
dikehendaki;
b) Harga factor produksi/input pertama (X1)
c) Harga factor produksi/input kedua (X2)
Bila dimisalkan fungsi produksi adalah Q = x1.x2, dengan
harga masing-masing input tersebut adalah P1 dan P2, maka isocostnya adalah C =
P1. x1 + P2 . x2,
sekarang akan dicapai LCC untuk tingkat output tersebut
dengan mensubsitusikannya, maka dapat ditulis sbb :
Q
Q = x1.x2 dapat ditulis menjadi x1 = ——-
X2
Ongkos untuk menghasilkan output tersebut menjadi :
P1.Q
C = ———-+ P2 .x2
X2
Untuk menghasilkan Q dengan ongkos yang minimum, maka harus
dipenuhi syarat turunan pertama fungsi ongkos tersebut = 0
DC
—— = 0
dx2
maka :
dC QP1 P2 Q
—- = —– + P2 = 0 atau —– = ——–
dx2 x2 P1 X2
jadi syarat LCC secara umum bias ditulis sebagai berikut :
P2 dX1 P2 Δ X1
—– = ——- atau —– = ——–
P1 dX2 P1 ΔX2
ΔX1/ΔX2 sering disebut juga dengan istilah Marginal Rate of
Technical Subtitution (MRTS).
Selanjutnya syarat LCC dinyatakan sebagai berikut :
P2
—– = MRTS
P2
Tidak ada komentar:
Posting Komentar